Senin, 03 Agustus 2020

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 53

بسم الله الرحمن الرحيم

Siroh Nabawiyah

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 53*🤲🏻🕋🤲🏻

*اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنامُحَمد*

*Aisyah dan Saudah*

Walau keadaan semakin berat, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam tetap berjuang dengan gigih.  Namun demikian, semakin gigih pula suku-suku pengembara Arab menolak beliau. 

Pada saat penuh perjuangan itulah, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menikah dengan Aisyah, putri Abu Bakar. Pernikahan itu bertujuan mempererat tali persaudaraan dengan para pendukung Islam yang setia. Tali persaudaraan yang erat itu sangat penting pada saat-saat sulit seperti itu.

Pernikahan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dengan Aisyah merupakan penghargaan setingi-tingginya bagi Abu Bakar, ayah Aisyah sekaligus sahabat Rosūlulloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Pernikahan ini merupakan suatu bentuk kemenangan dalam persaudaraan yang penuh cinta kasih antara Abu Bakar dan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam sejak masa sebelum diangkat menjadi Rosul.

Sebelumnya Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menikahi Saudah. Saat itu Saudah telah menjadi janda setelah suaminya meninggal di Habasyah. Tujuan pernikahan itu adalah untuk menolong Saudah yang hampir hidup terlunta-lunta setelah suaminya wafat. Saudah adalah wanita yang pertama dinikahi Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam sepeninggal Khodijah.

Setelah berduka ditinggal Abu Tholib dan Khodijah, kesukaran yang dihadapi Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bertambah dengan semakin kerasnya orang Quraisy memusuhi beliau. Pada saat itulah, Alloh menghibur Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dengan sebuah perjalanan luar biasa yang tidak pernah kita temui lagi kedasyatannya dalam sejarah. 


*Isra'*

Pada suatu malam yang hening, Malaikat Jibril mendatangi Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Wajahnya putih berseri dan berkilau seperti salju. Demikian heningnya saat itu sampai tidak terdengar suara burung malam, gemericik air, dan siulan angin.

"Hai orang yang sedang tidur, bangunlah!" sapa Malaikat Jibril.

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bangun. Saat itu, beliau sedang tidur di rumah sepupunya, Ummu Hani binti Abu Tholib.

Jibril membawa Buraq kehadapan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Buraq adalah hewan yang bentuknya lebih kecil dari kuda tapi lebih besar dari keledai dengan sayap dikedua sisi tubuhnya. Warnanya putih. Setiap kali ia melangkah, jauhnya sama dengan jarak pandang.

Setelah Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam naik ke punggungnya. Buraq pun meluncur seperti anak panah, sedangkan Jibril terbang mengiringi dalam jarak yang dekat sekali. Mereka terbang melintasi padang-padang pasir menuju ke utara.


*Ifrit*
Dalam perjalanan Isra', satu Ifrit  mengejar Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam sambil membawa obor. Ifrit adalah bangsa jin yang amat jahat. Jibril mengajarkan sebuah doa kepada Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam yang membuat obor Ifrit padam dan Ifrit tersungkur jatuh.

Akhirnya Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam tiba di Baitul Maqdis, Yerusalem, Palestina. Di atas Baitul Maqdis Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bertemu Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa. Ketiga nabi mulia itu ditemani nabi-nabi lain. Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kemudian memimpin shalat semua nabi dan Rosul itu.

Selesai shalat, dibawakan kehadapan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam tiga buah bejana. Satu berisi khamr, satu berisi air, dan satu lagi berisi susu. 


*Mi'raj*

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mendengar sebuah suara berkata, "Kalau ia memgambil air, ia akan tenggelam dan begitu juga umatnya. Kalau ia mengambil khomr, ia akan tersesat dan begitu pula umatnya. Kalau dia mengambil susu, ia akan dibimbing dan begitu juga umatnya."

Oleh karena itu, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mengambil bejana berisi susu dan meminumnya dengan menyebut nama Alloh. Jibril pun berkata kepada Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, "Anda telah diberkati dan begitu pula umat Anda, Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam."

Setelah itu, beliau dibawa naik sampai ke langit. Tangga dipancangkan di atas batu Yaqub. 
Mi'raj berarti tangga. Saat naik ke langit, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam meniti Mi'raj, bukan lagi menaiki Buraq. Buraq menunggu di bawah ditambatkan di pintu Baitul Maqdis. Oleh Jibril, tangga ini diletakkan di atas batu besar dan ujungnya terus menjulang sampai ke langit.
Dengan tangga itu, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam naik ke atas langit berlapis tujuh. Setiap tingkatan langit di jaga oleh malaikat agar tidak ada setan yang bisa mencuri-dengar rahasia-rahasia langit.

Di langit pertama, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam melihat semua malaikat tersenyum, kecuali satu saja. Rasulullah bertanya kepada Jibril, lalu Jibril menjawab bahwa itu adalah Malik, malaikat penjaga neraka, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bertanya lagi kepada Jibril, 

"Bisakah engkau memerintahkannya untuk memperlihatkan neraka?"

"Malik, perlihatkan neraka kepada Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam."

Lalu Malik mengangkat penutup neraka dan api berkobar tinggi sampai Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mengira bahwa ia akan membakar segalanya. 


*Illiyyin dan Sijjin*

Illiyyin adalah nama suatu tempat di surga tertinggi. Sementara itu, Sijjin adalah tempat yang terletak di bawah Neraka Jahanam.

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam meminta agar Jibril memerintahkan Malik mengendalikan kobaran api yang sangat dasyat itu. Malaikat Malik pun melakukannya dan menutup kembali pintu neraka.

Setelah itu, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam melihat seorang laki-laki sedang duduk melihat roh-roh manusia yang lewat dihadapannya. Jika roh itu baik, ia akan mengucapkan selamat seraya berkata, 

"Roh yang baik dari tubuh yang baik."

Jika yang lewat itu roh yang buruk, wajah laki-laki itu jadi keruh sambil berkata, 

"Huh! Roh yang jelek dari tubuh yang jelek!"

"Siapa laki-laki itu, wahai Jibril?" tanya Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

Jibril menjelaskan bahwa itu adalah Nabi Adam yang sedang menilai roh keturunannya. Roh orang yang beriman membuat Nabi Adam gembira, sedangkan roh orang kafir dan murtad membuat beliau kesal dan murung.

Bersambung

-

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 52

بسم الله الرحمن الرحيم

Siroh Nabawiyah

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 52*🤲🏻🕋🤲🏻

*اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنامُحَمد*

*Di Kebun Anggur*

Melihat penderitaan yang begitu buruk dialami Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, Utbah dan Syaibah merasa iba. Mereka menyuruh seorang budak mereka untuk memberikan buah anggur kepada Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menjulurkan tangan untuk memgambil anggur seraya mengucap, "Bismillah."

Budak itu terkejut keheranan mendengar ucapan itu.

"Kata-kata itu tidak pernah diucapkan oleh penduduk negeri ini." ujarnya.

Kemudian, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bertanya kepada sang budak siapa namanya dan dari negeri mana dia berasal, serta apa agamanya.

"Namaku Addas, aku berasal dari Niniveh di Mesopotamia. Aku beragama Nasrani."

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kemudian berkata lagi, "Dari negeri baik-baik, Yunus bin Matta."

Dengan rasa heran yang lebih besar daripada sebelumnya, Addas bertanya, "Darimana Tuan tahu nama Yunus bin Matta?"

"Dia saudaraku," jawab Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, "dia seorang nabi dan aku juga seorang nabi."

Mendengar itu, hati Addas dipenuhi rasa haru yang menyengat. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia mencium kepala, tangan, dan kaki Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

Utbah dan Syaibah memerhatikan hal itu dengan heran.

"Lihat, ia merusak budakmu," kata Syaibah.

Ketika Addas kembali, mereka bertanya dengan marah, 
"Mengapa pula engkau cium kepala, tangan, dan kaki orang itu?"

"Itulah laki-laki yang paling baik di negeri ini," jawab Addas. 
"Ia mengatakan sesuatu yang hanya diketahui oleh para nabi."

Utbah dan Syaibah saling pandang sebelum berkata dengan keras, 
"Addas, jangan sampai orang itu memalingkan engkau dari agamamu. Agamamu itu lebih baik daripada agamanya."


*Saat Paling Getir*

Jibril dan Malaikat Penjaga Gunung, menawarkan diri untuk menghancurkan Tha'if. Namun, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menolak, beliau bahkan mendoakan kebaikan bagi penduduk Tha'if. 


*Kembali ke Mekah*

Setelah Abu Thalib meninggal, Abu Lahab lah yang terpilih sebagai pemimpin kabilah Bani Hasyim. Abu Lahab langsung mengumumkan kepada khalayak bahwa Bani Hasyim kini tidak lagi melindungi Rasulullah. Hal itu berarti Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam boleh dianiaya, bahkan sampai dibunuh oleh siapa pun tidak akan ada yang menuntut balas kematiannya.

Dalam perjalanan kembali ke Mekah, keadaan Nabi yang tanpa perlindungan ini merisaukan Zaid. Zaid pun bertanya, 

"Wahai Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, apa yang akan kita lakukan jika kita kembali ke Mekah tanpa perlindungan? Aku khawatir jika orang akan berbuat sewenang-wenang kepada Anda."

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menatap Zaid dengan pandangan menghibur sambil berkata dengan keyakinan penuh, 

"Alloh akan melindungi agama dan Rosul-NYA."

Tiba-tiba di luar Mekah, melalui seorang penduduk, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menghubungi Al Akhnas bin Syariq untuk menanyakan apakah ia mau memberi perlindungan. Namun, Al Akhnas menolak. 
Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kemudian menghubungi Suhail bin Amr dari Bani Amr bin Lu'ay, tetapi ia juga menolak. 
Akhirnya *Al Muth'im bin Adi* bersedia memberi perlindungan.

Esok paginya, Al Muth'im menuju Ka'bah dan memgumumkan perlindungannya. Abu Lahab datang dan memprotes dengan ejekan, 

"Kamu memberi perlindungan atau menjadi pengikutnya?"

"Kami memberi perlindungan kepada orang yang seharusnya engkau lindungi", jawab Al Muth'im.

Suatu hari, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam pergi ke Ka'bah, Abu Jahal melihatnya dan berseru kepada sekumpulan orang Quraisy dengan nada menghina, 

"Wahai keturunan Abdu Manaf, inilah Nabi kalian."

Menanggapi olokan itu, Utbah bin Rabi'ah berkata, 
"Peduli apa pula engkau, apakah kita ini mempunyai seorang nabi atau raja?"

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mendekati keduanya dan berkata, 

"Wahai Utbah, demi Alloh ucapanmu adalah tanggunganmu sendiri. Sementara untukmu, Abu Jahal, nasib jelek akan menimpamu sehingga kelak engkau akan sedikit tertawa dan banyak menangis."


*Saat Penuh Perjuangan*

Setelah Abu Tholib meninggal ruang gerak dakwah Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam di Mekah semakin sempit. Beliau pun mencoba  mengalihkan dakwah Islam ke suku-suku Arab lain yang sering berdatangan ke Mekah pada bulan-bulan haji.

Setiap hari Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mengunjungi perkemahan Badui, setiap kali itu pula Abu Lahab mengikuti beliau. Setelah beliau beranjak pergi, Abu Lahab mendekat dan berkata, 

"Orang yang tadi hanya ingin menukar kepercayaan Anda kepada Latta dan Uzza, serta jin-jin sekutu Anda, dengan agama sesat yang dibawanya."

Seorang pemuka kabilah Badui pernah bertanya kepada Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, 

"Kalau kami jadi pengikutmu dan Tuhan memberimu kemenangan menghadapi lawanmu, apakah kami akan berkuasa setelah Anda?"

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menjawab, 

"Kekuasaan adalah pemberian Alloh ketika Ia menghendaki."

Dengan muka masam, pemimpin kabilah itu berkata ketus, 

"Dugaan saya, Anda ini mengharap kami melindungi Anda dari orang Badui dengan dada kami, lalu kalau Anda menang orang lain akan memetik untung! Tidak, terima kasih."

Bersambung

-

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 51

بسم الله الرحمن الرحيم
Siroh Nabawiyah

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 51*🤲🏻🕋🤲🏻

*اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمد*

*Tindakan Bengis Abu Lahab*

Sepeninggal Abu Tholib, Abu Lahab terpilih sebagai ketua Bani Hasyim. Segera setelah ia terpilih, Abu Lahab menyatakan melepas perlindungan terhadap diri Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dengan memberikan pengumuman secara terbuka di Pasar Ukazh dan di Ka'bah. Ini adalah tindakan yang amat kejam, sampai Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam sempat minta perlindungan dari keluarga selain Bani Hasyim.

Bani Hasyim adalah satu di antara sekian banyak kabilah. Pemimpin sebuah kabilah dipilih karena bijak, berani, dan tegas. Pemimpin kabilah menduduki kedudukan terhormat. Pemimpin kabilah biasanya dipilih setelah berusia 40 tahun. 
Dalam pertempuran, kaum muda berjuang di garis depan melindungi pemimpin kabilah dan sesepuh di garis belakang.


*Cara Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam Berdakwah*

Ada 6 cara yang dilakukan Rasulullah untuk berdakwah:
1. Mengumpulkan orang. 
2. Mendatangi tempat-tempat pertemuan dan keramaian. 
3. Mendatangi kota-kota lain. 
4. Menugasi setiap muslim untuk berdakwah. 
5. Menugasi muslim pilihan untuk mengajar. 
6. Mengirimkan surat dan utusan kepada para raja dan pemimpin.


*Tha'if*

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam berdakwah ke Tha'if pada tahun 10 kenabian (akhir Mei 619). Tha'if terletak 100 kilometer sebelah Tenggara Mekah. Tha'if adalah kota pegunungan dengan ketinggian hampir 2.000 meter diatas permukaan laut. Tha'if adalah kota dagang dengan hasil bumi dan perkebunan buah seperti anggur.

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mencoba mengalihkan dakwah langsung keluar Kota Mekah. Bersama Zaid bin Haritsah, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam pergi ke kota Tha'if. Tiba di kota itu, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menemui tiga orang pembesar kota dan menawarkan Islam kepada mereka. Apa tanggapan mereka?

"Bahkan akan kusobek-sobek selubung Ka'bah untuk membuktikan bahwa demikian tidak percayanya aku padamu!" ujar seseorang.

Mendengar temannya bicara seperti itu, yang lain tersenyum mengejek sambil berkata, 
"Apakah Tuhan tidak mendapatkan orang yang lebih baik daripada kamu? Kalau engkau seorang nabi, pastilah engkau terlalu mulia untuk menjadi teman bicaraku. Kalau bukan, maka engkau terlalu rendah kulayani."

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam meminta tiga pembesar Tha'if yaitu Mas'ud, Abdu Yalail, dan Habib, tidak mengumumkan kepada masyarakat penolakan mereka terhadap beliau. Akan tetapi, ketiga pembesar itu tidak mengabulkan permintaan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Mereka malah menghasut agar para pemuda mengolok-olok Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.
Mereka keluar dan berteriak kepada orang banyak, 
"Wahai penduduk Tha'if! Lihat orang ini! Ia mencoba mengganti para berhala kita dengan satu Tuhan baru yang tidak terlihat!"

Para pemuda mulai datang bergerombol dengan wajah memerah karena murka.

"Orang ini rupanya berniat menipu dan membodohi kalian! Apa yang akan kalian perbuat?"

"Usir dia!"

"Jangan cuma diusir, lempar dia dengan batu agar jera dan tidak berani membawa kegilaannya kemari!"

Kemudian, mulailah para pemuda melempari Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dengan batu. Melihat hal itu, orang-orang kaya tidak mau ketinggalan. Mereka menyuruh budak-budaknya, 

"Hei, tunggu apalagi? Ambil batu dan lempari dia! Sekaranglah saatnya kalian bersenang-senang!"

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dan Zaid berlari di sepanjang jalan ke luar Kota Tha'if. Mereka diikuti hujan batu disertai gemuruh caci maki dan cemooh gerombolan pemuda dan budak. Batu-batu terbang berbunyi debag-debug menghantam seluruh tubuh Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam meski sudah dilindungi Zaid. Darah suci Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam berceceran di sepanjang jalan.


*Doa Rosululloh Sollallohu'Alaihi Wasallam*

Setelah jauh keluar dari kota, gerombolan orang yang mengejar Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam pun membubarkan diri dengan senyum puas dan mengejek. Saat itu Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bertemu dengan seorang istri pembesar Tha'if dari Bani Jumah yang sedang lewat. Perempuan itu memandang Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dengan rasa kasihan bercampur heran.

"Lihatlah, apa yang ditimpakan kepada kami oleh rakyat suamimu," sabda Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

Mendengar orang Tha'iflah yang menganiaya beliau, perempuan itu berlalu dengan perasaan takut jika diketahui orang bahwa ia menunjukkan belas kasihan kepada Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

Untuk melepas lelah dan membasuh luka, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dan Zaid berlindung di sebuah kebun anggur milik Utbah dan Syaibah. Keduanya anak Rabi'ah, seorang pembesar Quraisy. Saat itu, keluarga Rabi'ah memerhatikan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dari jauh, tetapi mereka tidak berbuat apa pun.

Setelah napasnya kembali normal, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mengangkat kepala dan menengadah ke langit. Beliau memanjatkan doa yang amat mengharukan.

"Allohuma ya Alloh, kepada-Mu juga aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku, serta kehinaanku di hadapan manusia."

"Oh Tuhan Maha Pengasih, Maha Penyayang, Engkaulah Pelindungku."

"Kepada siapa hendak Engkau serahkan aku? Kepada orang jauh yang berwajah muram, kepadaku, atau kepada musuh yang akan menguasai diriku?"

"Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli, karena sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku."

"Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dunia, dan akhirat."

"Janganlah kemurkaan-Mu menimpa aku."

"Kepada-Mu lah aku menghamba sampai Engkau puas sesuai kehendak-Mu. Tiada yang lebih kuat dan kuasa dari pada-Mu."

Bersambung

-

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 50

بسم الله الرحمن الرحيم 

Siroh Nabawiyah

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 50*🤲🏻🕋🤲🏻

*اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمد*

*Kenangan akan Khodijah*

Kenangan akan Khodijah tetap hidup di hati Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam sampai beliau wafat. Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam ingat pernikahan mereka yang penuh berkah. Itulah satu-satunya pernikahan di dunia ini yang dipenuhi berkah surga dan dunia sekaligus. 

Saat pernikahan itu, Khodijah mengadakan jamuan buat semua orang, mulai dari yang paling kaya sampai yang paling miskin. Bangsa Arab yang saat itu hanya mengenal air putih, dalam walimah pernikahan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dan Khodijah, disuguhi minuman segar sari buah dan sirup mawar.

Selama beberapa hari, semua orang, baik tua maupun muda, makan di rumah Khodijah. Kepada orang-orang miskin, Khadijah memberikan beberapa keping uang emas dan perak serta pakaian. Kepada para janda, Khodijah menyumbangkan kebutuhan hidup yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam juga terkenang saat setelah menikah, Khodijah tidak lagi tertarik pada perdagangan serta kesuksesan yang diraihnya. Pernikahan telah mengganti perhatian Khodijah. Beliau telah mendapatkan Nabi Muhammad Al Musthafa sebagai hartanya yang paling berharga di dunia ini. Begitu Khodijah menjadi istri Rasulullah semua perak, emas, dan berlian kehilangan harga di matanya. Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menjadi satu-satunya yang Khadijah sayangi, perhatikan, dan cintai. Beliau mengabdikan diri  sepenuhnya pada kehidupan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

Saat-saat didampingi Khadijah boleh dikatakan merupakan sat-saat yang sangat membahagiakan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Dari rahim Khodijah-lah lahir tiga orang putra dan empat orang putri Rasulullah, termasuk puteri terkecil mereka Fatimah Az Zahra, yang menjadi cahaya mata ayahnya.

Tidak ada laki-laki lain yang cocok mendampingi Khadijah selain Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Begitu serasinya mereka sampai ada ahli sejarah yang menduga bahwa  seandainya Khodijah tidak bertemu Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dalam hidupnya, kemungkinan besar Khadijah tidak akan menikah sampai akhir hidupnya, karena bukanlah kekayaan, ketampanan, dan keturunan yang menarik hati Khodijah, melainkan keluhuran budi yang mampu meluluhkan hatinya. Itulah yang ada dalam diri Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.


*Rumah di Surga*

Dalam Shahih Al Bukhlri, Abu Hurairoh berkata, Jibril mendatangi rumah Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, inilah yang datang Khadijah sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika ia datang, sampaikan salam padanya dari Rabb-nya dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di Surga yang di dalamnya tidak ada hiruk-pikuk dan keletihan."


*Khodijah Wanita Sempurna*

Sebelum kedatangan Islam, Khadijah dijuluki Ratu Mekah. Namun, ketika cahaya Islam terbit, Allah memberi beliau kedudukan sebagai ibu kaum beriman *(ummulmukminin)*. Saat itu, sebagian kaum Muslimin adalah orang-orang miskin. Mereka tidak bisa mencari nafkah, karena orang-orang kafirlah yang menguasai perdagangan. Orang-orang itu tidak memberikan kesempatan bagi kaum Muslimin untuk bekerja. Pada saat itu, kaum Muslimin bisa terhindar dari kelaparan berkat bantuan Khodijah.

Khodijah juga memberi mereka tempat tinggal. Khodijah menggunakan begitu banyak uangnya untuk orang-orang Muslim di Mekah yang miskin akibat boikot orang-orang musyrik. Pertolongan Khodijah telah mematahkan tujuan orang-orang musyrik untuk menarik para pengikut Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam yang miskin pada kekafiran lagi.

Khodijah tidak pernah menyisakan sampai uang terakhir yang dimilikinya demi kesejahteraan para pemeluk Islam. Cinta Khodijah kepada mereka tidak berbeda dengan cinta ibu kepada anaknya. Kalian tahu, seorang ibu rela mengorbankan nyawanya sendiri demi keselamatan anak-anaknya. Seorang ibu bisa merasakan lapar, namun jika anak-anaknya kelaparan, ia akan mengutamakan anak-anaknya lebih dulu. Ia akan memberikan jatah makannya untuk anak-anaknya dan rela menahan lapar. Bahkan jika anak-anaknya merasa kenyang dan senang, itu sudah cukup membuat seorang ibu juga merasa senang dan kenyang sehingga ia lupa rasa lapar yang dideritanya sendiri. Cinta seorang ibu tidak mengenal syarat. Cinta seorang ibu penuh perlindungan dan penuh kasih.

Dengan keluhuran budi istrinya yang begitu agung sangat wajar jika Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam merasa amat berduka ketika Khodijah wafat.


*Rosululloh Amat Mencintai Khodijah*

Begitu besarnya cinta Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kepada Khadijah sampai beliau bersabda, "Demi Alloh! Allah tidak menggantikan Khodijah dengan seorang yang lebih baik. Ia telah beriman kepadaku pada saat orang-orang mengingkari risalahku. Ia percaya kepadaku pada saat orang-orang nendustaiku. Ia telah mengorbankan hartanya padahal orang lain tidak mau melakukannya, dan Alloh telah melimpahkan karunia bagiku anak-anak melalui Khadijah.


*Setelah Abu Tholib Tiada*

Ketika ibunya wafat, Fatimah Az Zahra baru berusia tiga tahun. Anak perempuan yang matanya masih basah karena baru kehilangan ibunya itu kini melihat ayahnya dihina orang sejadi-jadinya. Para tetangga mereka seperti Hakam bin Ash, Uqbah bin Abu Muith, Adi bin Hamra, dan Abu Lahab sangat sering melempar batu ketika ayahnya sedang shalat. Bahkan tidak cuma batu, tetapi juga jeroan kambing. Jeroan kambing itu pernah mereka melemparkan ke dalam panci masakan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam yang siap disajikan.

Kejadian paling ringan yang pernah menimpa Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam adalah ketika seorang Quraisy pandir mencegatnya di jalan dan secara tiba-tiba menyiramkan tanah ke atas kepala beliau. Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallamtidak membalas hinaan itu. Beliau pulang ke rumah dengan kepala yang penuh tanah.

Di rumah, Fatimah membersihkan kepala ayahnya sambil menangis.

Tidak ada yang lebih pilu rasanya hati seorang ayah dibanding mendengar tangis anaknya. Apalagi yang menangis ini adalah anak perempuan yang baru saja ditinggal mati ibunya. Hampir kaku rasanya Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam karena begitu pilu, bahkan beliau hampir saja ikut menangis.

Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam adalah ayah yang bijaksana dan penuh kasih sayang pada putri-putrinya. Tak ada lagi yang beliau lakukan menghadapi tangis pilu putrinya selain memohon pertolongan kepada Alloh dengan keimanan sepenuh hati.

"Jangan menangis, putriku," begitu yang Rosululloh bisikkan kepada Fatimah sambil menghapus air matanya, 
"sesungguhnya Alloh akan melindungi ayahmu." 

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kemudian berkata, 
"Sebelum wafat Abu Tholib, orang-orang Quraisy itu tidak seberapa menggangguku."

Apa yang kemudian beliau lakukan untuk melepaskan diri dari tekanan Quraisy yang semakin menjadi-jadi?

Bersambung

-

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 49

بسم الله الرحمن الرحيم

Siroh Nabawiyah

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 49*🤲🏻🕋🤲🏻

*اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمد*

*Abu Tholib Sakit Keras*

Beberapa bulan setelah piagam dihapus, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kembali mengalami ujian besar. Kali ini bukan penyiksaan dari pihak lawan, melainkan berupa kehilangan orang yang beliau cintai.

Karena sudah lanjut usia dan menderita kehidupan berat di pengasingan selama tiga tahun, Abu Tholib jatuh sakit. Saat itu usianya sudah delapan puluh tahun. Mengetahui Abu Tholib sakit keras, orang-orang Quraisy khawatir akan terjadi perang antara kaum Quraisy dan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam beserta para pengikutnya. Apalagi dipihak Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam ada Hamzah dan Umar yang terkenal garang dan keras. Selama ini, Abu Tholib selalu bisa menjadi penengah kedua belah pihak.

 Para pemuka Quraisy menemui Abu Tholib dipembaringan dan berkata, 

"Abu Tholib, engkau adalah keluarga kami juga. Sekarang ini, keadaan antara kami dan kemenakanmu sudah sangat mencemaskan kami. Panggilah dia. Kami dan dia akan saling memberi dan menerima. Biarlah dia dengan agamanya dan kami dengan agama kami pula".

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam Kemudian datang. Mengetahui maksud kedatangan mereka, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bersabda, 

"Sepatah kata saja saya minta yang akan membuat mereka merajai semua orang Arab dan bukan Arab."

"Katakanlah, demi ayahmu," kata Abu Jahal, 
"sepuluh kata sekali pun silahkan!"

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bersabda,

"Katakan, tidak ada ada Tuhan selain Alloh dan tinggalkan segala penyembahan selain Alloh."

"Muhammad," seru mereka, 
"maksudmu tuhan-tuhan itu dijadikan satu saja?"

Para Pembesar Quraisy Saling pandang dengan kecewa menghadapi keteguhan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

"Pulanglah," kata mereka satu sama lain, 
"orang Ini tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah Kalian!"


*Abu Tholib Wafat*

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam duduk di sisi pembaringan pamannya. Dengan sedih, ditatapnya wajah bijaksana orang tua itu. Hati Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dipenuhi rasa duka, tidak hanya karena melihat sakit sebelum maut yang diderita Abu Tholib, tetapi juga karena sampai saat itu, pamannya belum juga membuka hatinya kepada Islam.

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menggenggam tangan pamannya dengan lembut. Inilah Abu Tholib yang dulu mengajaknya berdagang ke Syam karena tidak tega berpisah dengannya. Inilah pamannya yang dulu merawatnya penuh kasih sayang, bahkan mencintainya melebihi kecintaan kepada anak-anaknya sendiri. Inilah Abu Tholib yang membuka jalan pertemuannya dengan Khodijah dan mendorongnya menjadi pemimpin kafilah dagang Khadijah. Inilah Abu Tholib yang selalu menjadi pelindungnya sejak dirinya menjadi yatim sampai menjadi utusan Alloh.

Abu Tholib membuka matanya yang sayu dan memandang Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, "Demi Alloh, wahai anak saudaraku, aku tidak melihatmu menawarkan sesuatu yang berat kepada para pemuka kaummu."

Sejenak timbul harapan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam akan keislaman pamannya itu, 

"Wahai pamanku, ucapkanlah satu kalimat maka dengan kalimat tersebut engkau berhak mendapat syafaatku pada Hari Kiamat."

Akan tetapi, Abu Tholib tetap enggan menerima ajakan tersebut.  Kemudian wafatlah ia. Kini, hilang sudah seorang pelindung Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Mulai saat ini, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam harus menghadapi semuanya sendiri.


*Kata-Kata Terakhir Abu Tholib*

Ketika Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mengajak Abu Tholib mengucapkan syahadat pada saat-saat terakhirnya, Abu Tholib berkata, 

"Kalau saja aku tidak khawatir nasib keluargaku akan dianiaya setelah kepergianku dan kaum Quraisy bakal mengatakan, bahwa aku berucap karena gentar menghadapi sakaratul maut, aku tentu mengucapkannya. Kalau pun kuucapkan, itu sekadar menyenangkan hatimu."


*Khodijah Wafat*

Seusai penguburan Abu Tholib, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kembali ke rumah dan menemukan Khadijah jatuh sakit. Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menggenggam tangan Khodijah yang kini terasa panas. Dari hari ke hari, wajah Khodijah semakin pucat dan gemetar, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam amat terharu. Pada saat-saat seperti ini, istrinya itu tetap berusaha menguatkan hatinya. Seolah-olah Khodijah tahu bahwa perjuangan suaminya masih sangat panjang dan berliku, sedangkan perjuangannya sendiri sudah mencapai titik akhir.

Akhirnya saat perpisahan sepasang suami istri yang mulia itu pun tiba. Hanya beberapa hari setelah Abu Thalib meninggal, Khodijah pun wafat dengan tenang. 

Dalam beberapa hari saja, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya, paman yang mengasuh dan melindunginya serta istri yang setia mendampingi dalam menempuh semua suka dan duka, terutama setelah beliau diangkat menjadi Rasul selama sepuluh tahun terakhir kehidupan mereka. Masa-masa duka ini dikenal dengan nama 'Amul Huzni (tahun kesedihan).

Saat itu, seolah-olah semua kegembiraan di hati Rosululloh Sollallohu'Alaihi pudar. Indahnya kehidupan seolah-olah ikut terkubur bersama jasad dua orang kesayangan itu. Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam tertunduk di samping pusara Khodijah. Air mata beliau mengalir tanpa tertahan.

Beliau ingat, betapa besar penderitaan pamannya dan kesengsaraan yang dipikul istrinya saat mereka bertindak melindungi beliau. Rasanya, hidup Khodijah lebih banyak dilalui dengan menanggung begitu berat beban perjuangan dibanding menikmati manisnya kehidupan.

Keluarga dan sahabat merasakan betul kesedihan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Sekuat tenaga, mereka berusaha menghibur Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Inilah saat-saat ketika para pengikut, yang biasanya dihibur dan dikuatkan hatinya oleh Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, berganti menghibur dan menguatkan hati Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Sungguh  pada saat yang mengharukan, tetap ada keindahan yang tampak dalam persaudaraan mereka.

Bersambung

-

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 48

بسم الله الرحمن الرحيم

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 48*🤲🏻🕋🤲🏻

*اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمد*

*Ketegaran Tiada Banding*🤲🏻🕋🤲🏻

Suatu ketika, di tengah jalan, ROSULULLOH Sollallohu'Alaihi Wasallam berpapasan dengan Umayyah bin Khalaf. Umayyah bin Khalaf adalah seorang pemuda berperangai buruk. Ia suka bermusuhan dan tidak punya rasa takut kepada siapa pun. Sekali pun Umar bin Khatthab dan Hamzah bin Abdul Mutholib telah bergabung dengan pasukan kaum Muslimin. Umayyah menganggap enteng-enteng saja. Dia bahkan telah sesumbar akan membunuh Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dengan tangannya sendiri.

Oleh karena itu, ketika berpapasan dengan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, Umayyah langsung menggertak sambil menunjuk kuda yang dituntunnya, "Aku beri makan kuda ini, tidak lain adalah untuk membunuhmu!"

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menatap Umayyah dengan tajam sambil membalas cepat, "Tidak, justru akulah yang akan membunuhmu dengan izin Alloh."

Kini Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam tidak segan lagi menjawab setiap ejekan dan ancaman orang-orang Quraisy. Beliau semakin gencar dan tekun berdakwah tanpa memperdulikan resikonya lagi. Keberanian Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam ini meruntuhkan wibawa musuh-musuh beliau yang selama ini selalu membangga-banggakan diri.

Masyarakat kecil perlahan mulai terpengaruh dengan keberanian Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam ini. Mereka merasa, jika bergabung dengan kaum Muslimin, mereka tidak akan diejek dan disakiti semena-mena lagi. Kekukuhan hati Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dalam menghadapi bahaya merambah ke hati orang-orang yang tertindas.

Suatu hari, seorang pria asing menjerit, "Wahai orang-orang Quraisy! Adakah orang yang bersedia menolong diriku? Hakku dirampas oleh Amr bin Hisyam (Abu Jahal)! Aku adalah pendatang dan telah dilakukan sewenang-wenang!"

Siapa orang Quraisy yang berani menantang keganasan Abu Jahal untuk menolong laki-laki malang ini?


*Keberanian Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam*

Memang tidak ada yang berani! Tidak seorang pun! Namun, mereka menyarankan kepada laki-laki asing itu, 
"Carilah Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam dan minta tolong kepadanya."

Walau menyarankan begitu, hampir semua orang yakin, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam akan mampu melakukannya. Semua tahu bahwa Abu Jahal adalah musuh Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam yang paling jahat dan beringas.

"Ada apa, Saudara? Apa yang bisa kubantu?" Demikian sapa Rasulullah ketika orang asing itu datang.

"Tuan, aku adalah orang asing di sini. Amr bin Hisyam tidak mau membayar unta yang dibeli dariku!"

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mengajak lelaki itu ke rumah Abu Jahal. Melihat mereka, orang-orang tertawa gaduh. Mereka yakin Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam tidak akan punya cukup keberanian untuk menghadapi Abu Jahal. Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi Wasallam pasti akan mengecewakan laki-laki asing itu. Mereka bersiap-siap melontarkan ejekan paling menyakitkan untuk meruntuhkan wibawa Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam di hadapan para pengikutnya.

Ketika Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dan orang asing itu tiba di rumah Abu Jahal, ia sedang berada ditengah-tengah budak dan para penunggang kudanya. Tiba-tiba pintu diketuk dengan keras. Wajah Abu Jahal memerah menahan marah, 

"Siapa yang berani mengetuk pintuku sekeras itu? Tidak tahu dia kalau aku sedang bersama bawahanku! Dengan mudah, mereka bisa kusuruh melumatkan orang itu!"

Abu Jahal membuka pintu dan terkejut melihat Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallamdi depannya. Saat itu wajah Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam tampak sangat penuh percaya diri. Hati beliau sudah bulat untuk membela orang yang teraniaya ini.

Abu Jahal tidak berkata sepatah kata pun. Ia masuk ke rumah dan keluar lagi untuk membayar pembelian unta laki-laki asing itu.

Orang asing itu sangat berterimakasih kepada Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Ia segera pergi dan bercerita kepada orang-orang di sekitar Ka'bah. Mau tidak mau, keberanian Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam ini menimbulkan rasa kagum di hati mereka. Mereka yang tadi sudah siap mengejek pun membubarkan diri dengan perasaan bercampur aduk, kesal, geram, tetapi sekaligus hormat dan kagum.


*Laki-laki dari Suku Ghifar*

Kabar tentang ajaran Islam sudah mulai menyebar ke seluruh pelosok Jazirah Arabia. Suatu hari, datanglah seorang laki-laki berwajah ramah dan bijaksana. Abu Tholib melihatnya, lalu menegur, "Sepertinya Anda laki-laki asing?"

"Betul, namaku Abu Dzar dari suku Ghifar."

Sebelum datang sendiri, Abu Dzar mengutus seorang saudaranya untuk mencari tahu tentang Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Sesudah melihat apa yang dilakukan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, saudara Abu Dzar melaporkan, 

"Demi Alloh, aku telah melihat orang menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan."

Karena belum puas dengan berita itu, Abu Dzar pun datang ke Mekah. Ali bin Abu Tholib mengajak Abu Dzar bermalam di rumahnya. Esok harinya, Ali bertanya kepada Abu Dzar, 

"Jika Anda tidak berkeberatan bercerita, apa yang mendorong Anda datang ke negeri ini?"

"Kalau Anda berjanji untuk merahasiakannya, aku akan menceritakannya."
Ali mengangguk.

Kemudian, Abu Dzar berkata, 

"Di kampungku, kami mendengar tentang seseorang yang bernama Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam. Orang mengatakan bahwa ia membawa ajaran baru. Aku ingin menemuinya. Namun, aku tahu pemerintah Quraisy akan menindak setiap orang asing yang sengaja menemuinya."

"Ikuti saya," bisik Ali bin Abu Tholib, masuklah ke tempat saya masuk. Jika saya melihat orang yang saya khawatirkan akan mengganggu keselamatan Tuan, saya akan merapat ke tembok dan Tuan silahkan  berjalan terus."

Malam itu juga, Abu Dzar bertemu Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

"Hatiku sangat pedih melihat orang-orang kaya yang congkak, budak-budak yang sengsara, kaum perempuan yang tertindas, kaum miskin yang tidak mampu berbuat apa-apa. Apa yang Islam tawarkan untuk mengatasi  semua ini?" tanya Abu Dzar.

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menjawab semua pertanyaan itu sampai Abu Dzar merasa sangat puas. Saat itu juga, Abu Dzar menyatakan keimanannya dengan semangat menggelora.

Ketika Abu Dzar berpamitan, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam berpesan.
"Wahai Abu Dzar, kembalilah ke masyarakatmu. Kabarkanlah kepada mereka ajaran Islam, dan rahasiakanlah pertemuan kita ini dari penduduk Mekah karena aku khawatir mereka akan mengganggu keselamatanmu."

Abu Dzar malah pergi ke Ka'bah dan berseru-seru mengajak orang masuk Islam.

*Anjuran bersabar kepada Abu Dzar*

Suatu hari, Rasulullah bertanya kepada Abu Dzar, 

"Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu jika menjumpai para pembesar yang mengambil barang upeti untuk mereka pribadi?"

Jawab Abu Dzar, 

"Demi yang telah mengutus Anda dengan kebenaran, akan saya tebas mereka dengan pedang saya!"

Sabda Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, 

"Maukah kamu aku beri jalan yang lebih baik dari itu? Yaitu bersabarlah sampai kamu menemuiku."

Bersambung

-

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 47

بسم الله الرحمن الرحيم

Siroh Nabawiyah

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 47*🤲🏻🕋🤲🏻

*اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمد*

*Hisyam bin Amr*

Hisyam bin Amr berjalan bolak-balik di depan rumahnya sambil menggerutu, "Tiga tahun sudah Bani Hasyim diasingkan! Padahal, mereka masih bersaudara dengan suku-suku Quraisy yang lain. Ada yang sebagai sepupu, ipar, paman, bibi. 
Kalau saja tidak ada aku dan beberapa orang lain yang suka menyelundupkan makanan dengan diam-diam, Bani Hasyim tentu sudah kelaparan! Sudah saatnya aku harus berbuat sesuatu!"

Dengan tekad demikian, Hisyam bin Amr pergi menemui sahabatnya, Zuhair bin Umayyah. Zuhair adalah adalah anggota bani Makhzum, tapi bibinya adalah Atikah binti Abdul Mutholib dari Bani Hasyim.

"Zuhair," tegur Hisyam, 
"Aku heran engkau masih bisa tenang menikmati makanan, pakaian, dan lainnya, padahal engkau tahu keluarga ibumu dikurung sedemikian rupa hingga tidak boleh berhubungan dengan orang lain, tidak boleh berjual beli, tidak boleh saling menikahkan! Aku bersumpah kalau mereka itu keluargaku dari pihak ibuku, keluarga Abdul Hakam bin Hisyam, lalu diajak untuk mengasingkan mereka, tentu aku tolak mentah-mentah!"

Zuhair terperangah, 
"Sebetulnya sudah lama sekali persoalan ini meresahkan hatiku," kata Zuhair kemudian.

"Jadi apa lagi yang engkau tunggu?" tanya Hisyam.

Keduanya pun sepakat untuk bersama-sama membatalkan piagam kejam itu. Namun, itu tidak cukup. Mereka harus mendapat dukungan juga dari yang lain. 
Kemudian, secara rahasia malam itu juga mereka menemui Mut'im bin Adi dari Bani Naufal, Abu Al Bakhtary bin Hisyam, dan Zam'a bin Aswad dari Bani Asad. Kelima orang itu membulatkan tekad untuk membatalkan piagam yang telah tiga tahun dipasang di dinding Ka'bah.

*Merobek Piagam*

Esok harinya, Zuhair mengelingi Ka'bah tujuh kali seraya berseru, "Hai penduduk Mekah! Kamu sekalian enak-enak makan dan berpakaian, padahal Bani Hasyim binasa, tidak bisa membeli atau menjual sesuatu pun! Demi Allah, saya tidak akan duduk sebelum piagam yang kejam ini dirobek!"

Ketika itu, Abu Jahal berada tidak jauh dari tempat Zuhair, dengan cepat, datang menghampiri sambil berteriak, 
"Engkau pendusta! Demi Alloh, piagam itu tidak boleh dirobek!"

"Jika Zuhair engkau sebut pendusta, engkau jauh lebih pendusta!" balas Zam'a bin Aswad, 
"Sebenarnya dulu pun saat piagam itu ditulis, kami tidak rela!"

"Zam'a benar!" dukung Abu Al Bakhtary, 
"dulu kami tidak rela terhadap penulisan piagam itu dan kami pun tidak ikut menetapkannya!"

"Zam'a dan Abu Al Bakhtary benar!" sahut Mut'im bin Adi, 
"dan siapa yang berkata selain itu dialah sang pendusta.

"Kami menyatakan kepada Allah untuk membebaskan diri dari piagam itu dan apa yang tertulis di dalamnya!"

Mata Abu Jahal berkilat-kilat dan bahunya gemetar menahan marah. 
"Kalian pasti sudah bersekongkol tadi malam!" tuduhnya. 
"Kalian diam-diam berkumpul ditempat tersembunyi dan memutuskan untuk mengingkari piagam bersama ini!"

Perang mulut hampir memuncak ketika Abu Tholib yang ketika dari tadi diam di pojok, berjalan mendatangi mereka. Sikapnya yang tenang membuat orang-orang yang sedang bertengkar terdiam.

Mereka memandang Abu Tholib dan menanti yang akan dikatakan pemimpin Bani Hasyim itu.

"Semalam Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam menyampaikan sebuah pesan kepadaku mengenai piagam itu, "demikian kata Abu Tholib.


*Rayap yang Diutus Alloh*

"Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam menyampaikan kepadaku bahwa Alloh telah mengutus rayap untuk memusnahkan piagam itu", lanjut Abu Thalib dengan tenang. 
Orang-orang itu saling pandang dengan rasa heran bercampur takjub. Benarkah kabar ini?

Abu Tholib cepat berkata lagi, 
"Jika kemenakan ku itu berbohong, kita biarkan apa yang ada di antara kalian dan dia. Biarlah kami menanggung pengasingan selamanya. Namun jika  NabiMuhammad Sollallohu'Alaihi wasallam benar, kalian harus berhenti memboikot dan berbuat semena-mena terhadap kami."

Tampak sekali Abu Tholib sangat yakin dengan perkataannya sehingga bersedia menanggung boikot sampai mati jika perkataan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam tidak benar. 
Semua orang terdiam. Mereka terharu sekaligus mengagumi rasa saling percaya dan kesetiaan yang demikian tinggi antara Abu Tholib dan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

"Baiklah, engkau adil," kata mereka, 
"kami terima perkataanmu tadi, Abu Thalib."

Berbondong-bondong,  mereka pergi ke Ka'bah dan menemui bahwa yang dikatakan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam memang benar. Rayap telah memakan isi piagam itu, kecuali sebagian kecil yang bertuliskan "Bismika allohumma (Dengan nama-Mu ya Alloh)."

Demikianlah, akhirnya piagam itu dibatalkan. Rosululloh Sollallohu'Alaihiwasallam dan keluarganya kini bisa kembali berada di tengah-tengah masyarakat seperti semula.

Apakah kini Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dan para pengikutnya bisa bernafas lebih lega? Apalagi adanya kekuasaan Alloh melalui rayap, mungkinkah hati orang-orang musyrik berubah? Ternyata sama sekali tidak! Justru kekufuran mereka semakin menjadi-jadi. Mereka itu seperti yang tercantum dalam firman Alloh:

وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ

Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: (Ini adalah) sihir yang terus menerus.
Surah Al-Qamar (54:2)


*Bulan-Bulan Suci*

Ada empat bulan suci dalam setahun ketika Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dan kaum Muslimin dibebaskan dari pemboikotan. Bulan-bulan suci itu adalah bulan pertama, *Muharram* (saat diharamkannya kekerasan), lalu bulan ketujuh, *Rajab* (yang dihormati), kemudian bulan kesebelas, *Dzulqa'dah* (bulan damai), terakhir bulan kedua belas *Dzuhijjah* (bulan haji).


*Tetap Berdakwah*

Bulan-bulan suci (Muharram, Rajab Dzulqa'dah, Dzulhijjah) itulah dimanfaatkan Rasululloh Sollallohu'Alaihi wasallam untuk semakin giat berdakwah selama pemboikotan. 

Bersambung

-

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 46

بسم الله الرحمن الرحيم

Siroh Nabawiyah

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 46*🤲🏻🕋🤲🏻

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمد

*Mengejek Al Qur'an*

أَذَٰلِكَ خَيْرٌ نُزُلًا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ

(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum.
Surah As-Saffat (37:62)

إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ

Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.
Surah As-Saffat (37:63)

إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ

Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dari dasar neraka yang menyala.
Surah As-Saffat (37:64)

طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ

mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan.
Surah As-Saffat (37:65)

Surat Ash-shaffat ayat 62-65 menjelaskan tentang makanan orang di neraka berupa buah zaqqum. 
Abu Jahal mengatakan bahwa pohon zaqqum itu tentunya seperti kurma Yatsrib yang dapat kamu santap. 

Kemudian, Alloh menghina Abu Jahal dalam Surat Ad-Dukhan ayat 43 - 49 .

إِنَّ شَجَرَتَ الزَّقُّومِ

Sesungguhnya pohon zaqqum itu,
Surah Ad-Dukhan (44:43)

طَعَامُ الْأَثِيمِ

makanan orang yang banyak berdosa.
Surah Ad-Dukhan (44:44)

كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ

(Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut,
Surah Ad-Dukhan (44:45)

كَغَلْيِ الْحَمِيمِ

seperti mendidihnya air yang amat panas.
Surah Ad-Dukhan (44:46)

خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَىٰ سَوَاءِ الْجَحِيمِ

Peganglah dia kemudian seretlah dia ke tengah-tengah neraka.
Surah Ad-Dukhan (44:47)

ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ

Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas.
Surah Ad-Dukhan (44:48)

ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ

Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia.
Surah Ad-Dukhan (44:49)


*Abdulloh bin Ummi Maktum*

Seorang buta bernama Abdulloh bin Ummi Maktum bertanya, 
"Ada seseorang bernama Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam yang membawa ajaran baru?" Temannya mengiyakan.

"Ajaran yang mengajak meyembah Tuhan Yang Mahatinggi?" tanya Abdulloh bin Ummi Maktum lagi.

"Benar"

"Tuhan itu tidak bisa diraba seperti berhala?"

"Betul, Abdulloh bin Ummi Maktum. Begitulah yang diajarkannya."

Abdulloh bin Ummi Maktum termenung sambil menggosok-gosok ujung jemari tangannya.

"Tuhan yang tidak bisa diraba?" Pikir Abdullah bin Ummi Maktum, 
"padahal ujung jariku ini sudah mengenal betul berhala-berhala. Aku bahkan bisa membedakan Latta dan Uzza dengan memegang hidung mereka. Seandainya aku bisa bertemu sendiri dengan Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam!"

Dipenuhi rasa ingin tahu yang besar, Abdullah bin Ummi Maktum menemui Rasulullah. Sayang sekali, saat itu Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam sedang menyampaikan ayat-ayat Al Qur'an kepada Walid bin Mughirah. Ia adalah seorang pembesar Quraisy yang sangat diharapkan keislamanannya.

Akan tetapi, Abdulloh bin Ummi Maktum tidak mengetahui kehadiran Walid, karena buta, dia terus mendesak, mendesak dan mendesak Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam agar saat itu juga menerangkan tentang Islam kepadanya. 

Karena tidak tahan didesak terus, sedangkan beliau sedang mendakwahi seorang tokoh penting, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam membuang wajah beliau.

Saat itu, firman Alloh turun untuk menegur beliau, 
(QS 'Abasa, 80 ayat 1-6)

عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
Surah 'Abasa (80:1)

أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ

karena telah datang seorang buta kepadanya.
Surah 'Abasa (80:2)

وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ

Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
Surah 'Abasa (80:3)

أَوْ يَذَّكَّرُ فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ

atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Surah 'Abasa (80:4)

أَمَّا مَنِ اسْتَغْنَىٰ

Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
Surah 'Abasa (80:5)

فَأَنْتَ لَهُ تَصَدَّىٰ

maka kamu melayaninya.
Surah 'Abasa (80:6)

Demikianlah, Alloh sangat menjaga utusan-Nya dari kesalahan, bahkan untuk kesalahan sekecil itu. Apalagi Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam adalah orang yang sangat halus perasaanya sehingga jika akan merugikan orang miskin atau orang lemah, beliau merasa takut.

*Karena Dengki*

Kebanyakan para pembesar Quraisy tidak mau mengikuti Nabi bukan karena  lebih yakin dengan berhala, melainkan lebih *karena dengki,* mengapa Nabi Muhammad Sollallohu'Alaihi wasallam diangkat menjadi Nabi, bukan mereka? 

Walid bin Mughirah berkata, "Wahyu didatangkan kepada  Muhammad bukan kepadaku, padahal aku kepala dan pemimpin Quraisy, juga tidak kepada Abu Mas'ud Amr bin Umair Ats Tsaqafi sebagai pemimpin Tsaqif. Kami adalah pembesar-pembesar dua kota."

Bersambung

-

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 45

بسم الله الرحمن الرحيم

Siroh Nabawiyah

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 45*🤲🏻🕋🤲🏻

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمد

*Ketabahan Khodijah*🤲🏻🕋🤲🏻

Khodijah-lah yang menjadi teladan bagi semua orang pada saat-saat sulit itu. Beliau adalah keturunan bangsawan dan dibesarkan dalam lingkungan yang mewah. Namun, ketika harus meninggalkan rumahnya yang luas dan tinggal di lembah yang sempit. Khadijah sama sekali tidak menunjukkan keengganan. Beliau mengumpulkan segala kekuatan, keberanian, kemampuan, serta bangkit penuh semangat.

Pada saat-saat itu, air adalah hadiah yang sangat berharga. Khodijah memberikan kepada Ali bin Abu Thalib keping-keping emas untuk membeli air yang kemudian beliau bagikan secara merata kepada semua yang membutuhkan. 

Khodijah adalah bidadari pelindung bagi kaumnya. Beliau amat memerhatikan nasib anak-anak, keluarga Bani Hasyim. Setiap kali ada bahan makanan yang berhasil di dapatkan, Khodijah mengatur agar anak-anak mendapatkannya lebih dahulu daripada orang dewasa. Setelah itu, beliau mendahulukan kepentingan para orang tua dibandingkan kepentingannya sendiri.

Khodijah selalu menjadikan sabar dan sholat sebagai sumber kekuatannya. Beliau memohon pertolongan Alloh setiap saat. Ketika berdoa, Khodijah tidak hanya mendapatkan pertolongan, tetapi juga keberanian, kekuatan, kedamaian, ketenangan dan kepuasan.

Selama tiga tahun di pengasingan itu, kekayaan Khodijah yang berlimpah itu habis. Sebagian besar harta itu digunakan untuk membeli air. Beliau amat berbahagia karena dapat menggunakan kekayaannya itu untuk menyelamatkan hamba Alloh yang paling mulia, Nabi Muhammad ﷺ dan keluarganya. 
Beliau menganggap semua itu adalah sebuah kehormatan, sehingga sangat mensyukurinya.

Di tengah-tengah bencana dan kesusahan itu, Khodijah tetap tegar dalam keimanan. Hal itulah yang menjadi sumber kekuatan yang tidak tergoyahkan bagi orang-orang di sekitar beliau. Khodijah selalu berhubungan dengan Allah lewat shalat. Sholat adalah rahasia keberanian beliau. Perilaku beliau yang tenang dan lembut menjadi pendorong (kekuatan) bagi seluruh anggota Bani Hasyim di tengah-tengah kesulitan itu.

*Perhiasan Terindah di Dunia*

Islam sangat memuliakan kaum wanita. Rosululloh ﷺ bersabda: 
"Seindah-indahnya perhiasan di muka bumi ini adalah wanita sholihah."

Hikmahnya "Wanita adalah tiang sebuah bangsa. Apabila wanitanya baik, baik pulalah suatu bangsa. Namun, apabila wanitanya jelek, jelek pulalah bangsa itu."

*Harta Abu Bakar*

Ketika masuk Islam, Abu Bakar memiliki harta sebanyak 50.000 dirham. Beliau membebaskan tujuh budak dengan 400 dirham per orang. Jadi, uang beliau terpakai sebanyak 2.800 dirham, sebagian besar sisanya dipergunakan untuk mempertahankan hidup bersama kaum muslimin di dalam Syi'ib

*Thufail Ad Dausi*

Di tengah-tengah kesulitan itu, Rasululloh Sollallohu'Alaihi Wasallam yang tidak pernah menyerah, sedikit demi sedikit terus mendapatkan kemenangan. Suatu hari, datanglah seorang bangsawan dan penyair cendekia dari luar Mekah, bernama Thufail Ad Dausi. Seketika itu juga, orang-orang Quraisy memberinya peringatan, 

"Hati-hati terhadap Muhammad, jangan dengar kata-katanya. Dia telah memecah belah orang dengan keluarganya. Kami takut jika kamu mendengarnya, kaum kamu juga akan terpecah-belah. Hati-hati dan jangan sekali-kali mendengarkannya!"

Diperingatkan seperti itu, membuat Thufail penasaran. 

"Namun, aku adalah cendikiawan dan penyair. Aku dapat mengenal mana yang baik dan mana yang buruk. Apa salahnya kalau aku mendengarkan sendiri apa yang akan dikatakan orang itu? Jika ternyata baik akan aku terima, kalau buruk akan kutinggalkan."

Setelah berfikir begitu, Thufail Ad Dausi mengikuti Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam sampai ke rumahnya.

"Tuan benarkah Anda seperti dituduhkan orang?" tanya Thufail, 
"Apa yang Anda bawa dan Anda sampaikan kepada mereka?"

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an. Hati Thufail segera luluh dan dia pun memeluk Islam. Ketika kemudian ia kembali kepada kaumnya, sebagian mereka langsung memeluk Islam, sebagian yang lain tampak ragu.

Selain Thufail ada dua puluh orang yang diutus masyarakat beragama Nasrani untuk mencari tahu tentang Rasululloh Sollallohu'Alaihi Wasallam. Begitu bertemu dan berbincang dengan beliau, mereka langsung menyambut, menerima, dan beriman kepada beliau. 

Orang-orang Quraisy menjadi geram dan memaki-maki mereka. 

"Kalian ini utusan yang gagal! Kalian disuruh oleh masyarakat seagamamu mencari berita tentang orang itu. Sebelum kamu kenal benar-benar siapa dia, agama kamu sudah kamu tinggalkan dan lalu percaya saja apa yang dikatakannya."

*Abu Sufyan, Abu Jahal, dan Akhnas*

Melihat orang-orang di luar Mekah seperti Thufail Ad Dausi dan orang-orang Nasrani memeluk Islam, para Pembesar Quraisy yang paling gigih memusuhi Rasululloh Sollallohu'Alaihi Wasallam pun jadi bertanya-tanya, 

"Benarkah yang dibawa Muhammad itu benar?" 

Diam-diam Abu Sufyan pergi pada suatu malam mendekati kediaman Rasululloh Sollallohu'Alaihi Wasallam. Dia tahu Rasululloh Sollallohu'Alaihi Wasallam selalu bangun malam dan membaca Al-Qur'an. Saat Abu Sufyan mendengar ayat-ayat Alquran dibacakan, begitu tenang dan damai hatinya. Suara Rasululloh Sollallohu'Alaihi Wasallam yang merdu menggema di kalbunya.

Fajar pun tiba dan Abu Sufyan bergegas pulang. Namun saat itu, dia memergoki Abu Jahal juga sedang mendengarkan bacaan Rasululloh Sollallohu'Alaihi Wasallam. Mereka saling pandang tanpa mampu berkata, lewatlah Akhnas bin Syariq.  Rupanya, Akhnas pun diam-diam pergi mendengarkan Rasululloh Sollallohu'Alaihi Wasallam membaca Al-Qur'an. Mereka bertiga pun saling menyalahkan.

"Kejadian ini tidak boleh terulang lagi," ujar salah satu dari mereka.  
"Jika masyarakat kita tahu, kedudukan kita akan lemah dan mereka akan berpihak kepada Muhammad."

Ketiganya pun berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan itu. 
Namun, pada malam berikutnya, mereka terbawa perasaannya masing-masing seperti kemarin. Tanpa dapat menolak bisikan hati, mereka kembali ke tempat semalam dan mendengarkan ayat Alquran dibacakan. Hampir Fajar, mereka mereka bertemu dan saling menyalahkan lagi.

Perbuatan itu terulang lagi pada malam ketiga. Ketika mereka saling bertemu pada waktu fajar, kembali mereka saling tuduh. 
Rasa takut kemudian timbul di hati masing-masing. Mereka takut kehilangan kedudukan jika masyarakatnya memeluk Islam. Rasa takut inilah yang membuat mereka berteguh hati untuk membuang jauh-jauh perasaan tenang dan damai yang mereka rasakan saat mendengar bacaan Alquran.  
Setelah itu, tidak seorang pun dari mereka yang kembali ke rumah Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam pada tengah malam untuk mendengarkan beliau secara diam-diam.

Bersambung

-