Senin, 03 Agustus 2020

Siroh Nabawiyah / Kisah Rasulullah Bag. 49

بسم الله الرحمن الرحيم

Siroh Nabawiyah

*KISAH ROSULULLOH ﷺ*

*Bagian 49*🤲🏻🕋🤲🏻

*اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيدنا مُحَمد*

*Abu Tholib Sakit Keras*

Beberapa bulan setelah piagam dihapus, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kembali mengalami ujian besar. Kali ini bukan penyiksaan dari pihak lawan, melainkan berupa kehilangan orang yang beliau cintai.

Karena sudah lanjut usia dan menderita kehidupan berat di pengasingan selama tiga tahun, Abu Tholib jatuh sakit. Saat itu usianya sudah delapan puluh tahun. Mengetahui Abu Tholib sakit keras, orang-orang Quraisy khawatir akan terjadi perang antara kaum Quraisy dan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam beserta para pengikutnya. Apalagi dipihak Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam ada Hamzah dan Umar yang terkenal garang dan keras. Selama ini, Abu Tholib selalu bisa menjadi penengah kedua belah pihak.

 Para pemuka Quraisy menemui Abu Tholib dipembaringan dan berkata, 

"Abu Tholib, engkau adalah keluarga kami juga. Sekarang ini, keadaan antara kami dan kemenakanmu sudah sangat mencemaskan kami. Panggilah dia. Kami dan dia akan saling memberi dan menerima. Biarlah dia dengan agamanya dan kami dengan agama kami pula".

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam Kemudian datang. Mengetahui maksud kedatangan mereka, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bersabda, 

"Sepatah kata saja saya minta yang akan membuat mereka merajai semua orang Arab dan bukan Arab."

"Katakanlah, demi ayahmu," kata Abu Jahal, 
"sepuluh kata sekali pun silahkan!"

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam bersabda,

"Katakan, tidak ada ada Tuhan selain Alloh dan tinggalkan segala penyembahan selain Alloh."

"Muhammad," seru mereka, 
"maksudmu tuhan-tuhan itu dijadikan satu saja?"

Para Pembesar Quraisy Saling pandang dengan kecewa menghadapi keteguhan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam.

"Pulanglah," kata mereka satu sama lain, 
"orang Ini tidak akan memberikan apa-apa seperti yang kamu kehendaki. Pergilah Kalian!"


*Abu Tholib Wafat*

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam duduk di sisi pembaringan pamannya. Dengan sedih, ditatapnya wajah bijaksana orang tua itu. Hati Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam dipenuhi rasa duka, tidak hanya karena melihat sakit sebelum maut yang diderita Abu Tholib, tetapi juga karena sampai saat itu, pamannya belum juga membuka hatinya kepada Islam.

Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menggenggam tangan pamannya dengan lembut. Inilah Abu Tholib yang dulu mengajaknya berdagang ke Syam karena tidak tega berpisah dengannya. Inilah pamannya yang dulu merawatnya penuh kasih sayang, bahkan mencintainya melebihi kecintaan kepada anak-anaknya sendiri. Inilah Abu Tholib yang membuka jalan pertemuannya dengan Khodijah dan mendorongnya menjadi pemimpin kafilah dagang Khadijah. Inilah Abu Tholib yang selalu menjadi pelindungnya sejak dirinya menjadi yatim sampai menjadi utusan Alloh.

Abu Tholib membuka matanya yang sayu dan memandang Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, "Demi Alloh, wahai anak saudaraku, aku tidak melihatmu menawarkan sesuatu yang berat kepada para pemuka kaummu."

Sejenak timbul harapan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam akan keislaman pamannya itu, 

"Wahai pamanku, ucapkanlah satu kalimat maka dengan kalimat tersebut engkau berhak mendapat syafaatku pada Hari Kiamat."

Akan tetapi, Abu Tholib tetap enggan menerima ajakan tersebut.  Kemudian wafatlah ia. Kini, hilang sudah seorang pelindung Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Mulai saat ini, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam harus menghadapi semuanya sendiri.


*Kata-Kata Terakhir Abu Tholib*

Ketika Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam mengajak Abu Tholib mengucapkan syahadat pada saat-saat terakhirnya, Abu Tholib berkata, 

"Kalau saja aku tidak khawatir nasib keluargaku akan dianiaya setelah kepergianku dan kaum Quraisy bakal mengatakan, bahwa aku berucap karena gentar menghadapi sakaratul maut, aku tentu mengucapkannya. Kalau pun kuucapkan, itu sekadar menyenangkan hatimu."


*Khodijah Wafat*

Seusai penguburan Abu Tholib, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kembali ke rumah dan menemukan Khadijah jatuh sakit. Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam menggenggam tangan Khodijah yang kini terasa panas. Dari hari ke hari, wajah Khodijah semakin pucat dan gemetar, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam amat terharu. Pada saat-saat seperti ini, istrinya itu tetap berusaha menguatkan hatinya. Seolah-olah Khodijah tahu bahwa perjuangan suaminya masih sangat panjang dan berliku, sedangkan perjuangannya sendiri sudah mencapai titik akhir.

Akhirnya saat perpisahan sepasang suami istri yang mulia itu pun tiba. Hanya beberapa hari setelah Abu Thalib meninggal, Khodijah pun wafat dengan tenang. 

Dalam beberapa hari saja, Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam kehilangan dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya, paman yang mengasuh dan melindunginya serta istri yang setia mendampingi dalam menempuh semua suka dan duka, terutama setelah beliau diangkat menjadi Rasul selama sepuluh tahun terakhir kehidupan mereka. Masa-masa duka ini dikenal dengan nama 'Amul Huzni (tahun kesedihan).

Saat itu, seolah-olah semua kegembiraan di hati Rosululloh Sollallohu'Alaihi pudar. Indahnya kehidupan seolah-olah ikut terkubur bersama jasad dua orang kesayangan itu. Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam tertunduk di samping pusara Khodijah. Air mata beliau mengalir tanpa tertahan.

Beliau ingat, betapa besar penderitaan pamannya dan kesengsaraan yang dipikul istrinya saat mereka bertindak melindungi beliau. Rasanya, hidup Khodijah lebih banyak dilalui dengan menanggung begitu berat beban perjuangan dibanding menikmati manisnya kehidupan.

Keluarga dan sahabat merasakan betul kesedihan Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Sekuat tenaga, mereka berusaha menghibur Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Inilah saat-saat ketika para pengikut, yang biasanya dihibur dan dikuatkan hatinya oleh Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam, berganti menghibur dan menguatkan hati Rosululloh Sollallohu'Alaihi wasallam. Sungguh  pada saat yang mengharukan, tetap ada keindahan yang tampak dalam persaudaraan mereka.

Bersambung

-

Tidak ada komentar: